Selasa, Juni 22, 2010
10:13 AM |
Edit Entri
Ilustrasi (Foto: Koran SI)
JAKARTA - Sistem kerja yang kurang jelas serta kurangnya pengawasan, menjadi pemicu munculnya pegawai negeri sipil yang nakal. Kondisi ini jelas berbeda dengan sistem yang ada di instansi-instansi swasta.
Menurut pengamat kepegawaian Universitas Indonesia Amy Yayuk Sri Rahayu, sistem yang mendukung seperti reward and punishment, tidak begitu berjalan di instansi pemerintah.
“Sebetulnya dari segi hukum aturan yang mengatur tidak begitu jelas. Seperti halnya pegawasi swasta yang aturannya jelas. Misalnya mereka tidak hadir, implikasinya pada remunerasi atau insentif yang akan mereka terima,” ujar Amy saat berbincang dengan okezone, Selasa (22/6/2010).
Amy mencontohkan jika PNS membolos, tidak ada sanksi jelas yang diterima. Bahkan Amy menyebutkan jarang PNS yang dipecat.
"Aturan yang jalan sangat longgar. Kalau bolos apa sih sanksi yang harus diterima. Bahkan PNS yang dipecat, jarang sekali,” tutur dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UI ini.
Amy juga menyatakan banyak PNS yang ditempatkan pada posisi yang tidak sesuai dengan kemampuannya, sehingga kinerja yang diharapkan tidak tercapai.
“Banyak PNS tidak didasarkan pada kemampuan dan performence. Kinerja dalam pegawai negeri itu diukur DP3 (Daftar Penilaian Pegawai oleh Pimpinan). Indikator yang diatur itu kejujuran, loyalaitas, dan kepemimpinan yang diukur dengan angka-angka, misalnya poin 9,5. Padahal itu tidak ada ukuran yang pasnya. Beda kalau di swasta, misalnnya saya menyelesaikan surat-menyurat. Berapa surat yang saya selesaikan hari ini, akan ada penilaian yang jelas, sementara PNS itu tidak seperti itu. Itu sebabnya banyak terjadi penyimpangan tugas-tugas,” papar Amy.
Karena itu, Amy menegaskan bahwa aturan-aturan dalam PNS harus dielaborasi atau ditinjau kembali.
“Menurut saya aturannya harus dielaborasi, ditunjau kembali. PNS mau didisiplinkan, pemerintah harus mau mendisiplinkan,” tegasnya.
Upaya memperbaiki kesejahteraan pegawai juga memperhatikan kinerja yang diberikan. Ini bisa diberlakukan saat kenaikan pangkat setiap 4 tahun sekali.
“Ini mengacu aturan yang berbasis kinerja. Ada standard yang jelas untuk mengukur performance,” paparnya.
Amy kembali mencontohkan, sebagai dosen dia juga mendapat penilaian dari mahasiswa.
“Jika IDOM (penilaian mahasiswa), skor nya di bawah 3 maka saya akan mendapat sanksi dari atasan karena nilainya minimal 3 untuk dosen. Kalau saya dapat skor di atas 3, maka saya akan mendapat penilaian yang baik,” katanya.
Meski demikian, Amy mengaku memahami kondisi pemerintah yang berupaya mengurang pengangguran dengan merekrut pegawai.
“Mungkin secara psikologis, salah satu jalan mengurangi pengangguran. Lulusan universitas tidak tertampung di privat sector. Satu-satunya cara menjadi PNS. Tapi kriteria yang diminta tidak bagus, IPK minimal 2,75,” ungkapnya.
Namun dia menandaskan, hal ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa perekrutan PNS, tidak memperhatikan sisi kualitas. Karena itu, pemerintah harus memperhatikan mekanisme untuk memperbaiki sistem kepegawaian.
Label:
info
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar